Konten / Daftar Isi [Klik Utk Tampilkan]
![]() |
Repro Negatif Potret Raden Ajeng Kartini (Gambar: Wereldmuseum Amsterdam) |
Blaves - Hallo Blavestie! seperti yang kita ketahui bahwa setiap tanggal 21 April kita memperingati dan mengenang jasa salah satu pahlawan Nasional wanita Indonesia Raden Ajeng Kartini. Sebagai penghargaan atas jasanya nama Kartini bahkan menjadi lagu nasional Indonesia lho.
Berikut ini adalah lirik dan not angka lagu nasional dengan judul "Ibu Kita Kartini" ciptaan W.R. Supratman, untuk kalian yang ingin memainkannya di alat musik pianika atau alat musik lainnya.
Lirik dan Not Angka Lagu Ibu Kita Kartini
1 2 3 4 5 3 1
Ibu kita kartini
6 1 7 6 5
Putri sejati
4 6 5 4 3 1
Putri Indone sia
2 4 3 2 1
Harum namanya
1 2 3 4 5 3 1
Ibu kita kartini
6 1 7 6 5
pendekar bangsa
4 6 5 4 3 1
Pendekar kaum nya
2 4 3 2 1
untuk merdekaReff:4 3 4 6 5 6 5 3 1Wahai ibu kita kartini3 2 3 4 5 3Putri yang mulia4 3 4 6 5 6 5 3 1Sungguh besar cita-citanya3 2 4 7 2 1bagi Indonesia12 3 4 5 3 1Ibu kita kartini6 1 7 6 5Putri sejati4 6 5 4 3 1Putri Indone sia2 4 3 2 1Harum namanya1 2 3 4 5 3 1
Ibu kita kartini
6 1 7 6 5
pendekar bangsa
4 6 5 4 3 1
Pendekar kaum nya
2 4 3 2 1
untuk merdeka
Sejarah Lagu Ibu Kita Kartini
Dikutip dari buku "W.R. Supratman: Guru Bangsa Indonesia" karya Lilis Nihwan, lagu Nasional Indonesia Ibu Kita Kartini ini diciptakan oleh W.R. Supratman terinspirasi dari Kongres Wanita Indonesia pertama. Saat itu W.R. Supratman sendiri kebetulan bertugas meliput jalannya kongres tersebut yang berlangsung di Yogyakarta pada Tahun 1928.
Perjuangan-perjuangan R.A. Kartini yang disorot pada saat pelaksanaan kongres akhirnya menginspirasi W.R. Supratman untuk menciptakan lagu ini. Seperti yang kita ketahui R.A. Kartini merupakan sosok yang disorot pada era penjajahan karena tulisan-tulisan atau surat-surat yang dibuatnya. Gagasan-gagasan Kartini melalui kumpulan surat-suratnya saat itu membuat banyak orang Belanda terkesan, yang selanjutnya surat-surat tersebut oleh J.H. Abendanon dimuat menjadi sebuah buku Door Duis-ternis tot Licht atau yang kita kenal dengan "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Melalui tulisan-tulisannya itu R.A. Kartini memperjuangkan hak-hak kaum wanita untuk memperoleh kesetaraan dalam berbagai hal baik pendidikan, kebebasan berkarya, dan memperoleh kualitas hidup yang lebih baik. Hal ini pula yang menginspirasi emansipasi wanita di Indonesia hingga zaman modern saat ini.
Berdasarkan hal tersebutlah akhirnya W.R. Supratman membuat lagu Ibu Kita Kartini yang isinya berisi tentang perjuangan R.A. Kartini sekaligus penghormatan bagi jasa-jasa beliau membela hak-hak kaum wanita.
Sejarah Singkat Perjuangan R.A. Kartini
![]() |
Potret R.A. Kartini dengan orang tuanya, saudara laki-lakinya dan saudara perempuannya. (Gambar: Wereldmuseum Amsterdam) |
Dirangkum dari buku "Sisi Lain Kartini" Karya Prof. Dr. Djoko Marihandono, dkk. pada Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, R.A. Kartini lahir di daerah Mayong, Jepara pada tanggal 21 April 1879. Beliau terlahir dari lingkungan keluarga terpandang sehingga memperoleh gelar Raden Adjeng pada nama depannya. Ayahnya adalah Raden Mas (R.M.) Sosroningrat seorang wedana (pemimpin setara bupati pada wilayah administrasi di bawah kabupaten tapi di atas kecamatan saat itu) dan ibunya Mas Ajeng Ngasirah merupakan anak dari ulama terpandang Kyai Haji Modirono.
Kehidupan Masa Kecil dan Riwayat Pendidikan Kartini
Karena dibesarkan dalam lingkungan yang berkecukupan, sejak kecil R.A. Kartini berkesempatan mengikuti pendidikan di ELS (Europesche Lagere School) atau setara sekolah dasar yang diperuntukkan khusus bagi anak Bangsa Eropa atau Belanda Indo.
Seusai menamatkan studi di ELS Kartini tidak diizinkan ayahnya untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi seperti kakaknya yang melanjutkan pendidikan ke HBS (Hoogere Burgerschool) Semarang atau setara SMA saat ini. Dikarenakan adat dan kebiasaan bagi putri bangsawan saat itu yang diharuskan melalui masa pingitan dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumahnya.
Selama berada dalam masa pingitan Kartini menghabiskan waktunya untuk membaca buku atau menulis surat disamping kegiatannya sebagai putri bangsawan. Melalui surat menyurat inilah R.A. Kartini kerap kali mengutarakan keresahan dan gagasan-gagasannya. Surat-surat yang R.A. Kartini sering kirimkan kepada keluarga J.H. Abendanon yang juga merupakan kerabatnya ini kelak disusun menjadi sebuah buku "Habis Gelap Terbitlah Terang".
Perjuangan R.A. Kartini Membantu Masyarakat Sekitar
Kebiasaannya menulis gagasan-gagasan ini terus Kartini lakukan dan juga menginspirasi saudari-saudarinya untuk mewujudkan keinginan serupa yaitu sepakat bahwa kemajuan suatu masyarakat tidak akan tercapai tanpa memajukan terlebih dahulu kaum perempuan. Hal yang dilakukan R.A. Kartini dan saudarinya ini akhirnya diketahui sang ayah dan berhasil meluluhkan hati sang ayah untuk melonggarkan masa pingitan mereka. Raden Adjeng Kartini dan saudarinya pun diajak oleh ayahnya untuk mengikuti perjlanan dinas ke Kedungpenjalin dan perjalanan-perjalanan berikutnya.
Berkat kelonggaran masa pingitan itu, akhirnya Kartini bersama adik-adiknya sesekali dapat mengunjungi desa-desa di Jepara untuk melakukan dialog dengan masyarakat terkait masalah yang mereka hadapi untuk dicarikan solusinya. Meskipun dari kalangan bangsawan, keramahan dan kesantunan mereka membuat mereka dapat diterima oleh masyarakat. Salah satu permasalahan yang berhasil mereka pecahkan adalah kemiskinan yang diderita para pengrajin ukir karena hasil karya mereka dihargai murah oleh masyarakat Jepara. Kartini membantu mempromosikan kerajinan seni ukir Jepara ke kota-kota lain sehingga harganya meningkat dan menaikkan taraf hidup para pengrajin.
Kecerdasan R.A. Kartini Membuat Perwakilan Parlemen Belanda Kagum
Hingga akhirnya pada 20 April 1902 anggota parlemen belanda Van Kol tiba di Jepara dan kagum dengan uraian yang disampaikan oleh R.A. Kartini. Van Kol takjub dengan pemikiran dan potensi yang dimiliki oleh R.A. Kartini, sehingga dirinya berniat untuk memberikan tawaran bagi Kartini agar dapat melanjutkan pendidikan ke Belanda dengan biaya dari pemerintah.
Van Kol meminta R.A. Kartini untuk menuliskan surat permohonan kepada pemerintah sebagai bukti kepada anggota parlemen. Hal ini pun membuat R.A. Kartini sangat gembira karena sebentar lagi cita-citanya yang selama ini terpendam akhirnya berhasil dicapai. Berita rencana keberangkatan R.A. Kartini ke Belanda ini pun akhirnya tersebar sampai ke Hindia Belanda hingga menimbulkan banyak kritik dan celaan bahkan banyak pihak yang berusaha menghalangi keberangkatan R.A. Kartini.
Keluarga Abendanon salah satunya yang mencoba menghasut kepergian R.A. Kartini dengan dalih bahwa kepergiannya akan menularkan budaya asing kepada murid-muridnya yang lain. Selain itu keluarga Abendanon merayu R.A. Kartini untuk membatalkan rencananya ke Belanda dan berjanji akan mengizinkan Kartini untuk membuka sekolah meski belum mengikuti ujian pendidikan guru.
Akibat tekanan dan hasutan yang diberikan akhirnya rencana keberangkatan R.A. Kartini mengikuti pendidikan ke Belanda pun batal. Berkat dukungan dari saudari-saudarinya R.A. Kartini pun berhasil bangkit dari kesedihannya dan memutuskan untuk membuka sekolah untuk anak-anak gadis dan pada tahun 1903 kegiatan persekolahan pertama mereka pun dimulai dengan memanfaatkan pendopo kabupaten.
Pengelolaan kegiatan belajar mengajar di sekolah Kartini ini pun lepas dari pengaruh pemerintah karena R.A. Kartini mengatur sendiri sekolah sesuai dengan gagasan yang ada dalam dirinya. Kegiatan belajar mengajar pada sekolah Kartini berlangsung empat hari dalam seminggu, dari hari Senin hingga hari Kamis.
Pernikahan dan Wafatnya R.A. Kartini
Hingga pada 8 November 1903, Kartini melangsungkan pernikahan dengan Bupati Rembang Raden Adipati Djojoadiningrat yang membuat fokusnya selama ini mengurus sekolah Kartini menjadi sedikit terpecah. Meskipun telah menikah, semangat perjuangan R.A. Kartini tidaklah berubah sama sekali. Bahkan pemikirannya menjadi lebih maju karena mendapat banyak dukungan dari suaminya.
Aktivitas keseharian R.A. Kartini akhirnya mulai terhambat setelah mengandung anak pertamanya, dan kondisi fisiknya mulai menurun sehingga beberapa kali jatuh sakit. Hingga akhirnya pada tanggal 13 September 1903 R.A. Kartini melahirkan seorang anak laki-laki dengan selamat. Setelah kembali ke kotanya, tanpa sebab yang jelas kondisi tubuh R.A. Kartini malah semakin lemah hingga akhirnya selang beberapa hari setelah melahirkan, yakni tanggal 17 September 1903 akhirnya Kartini wafat dalam usia yang masih muda 25 tahun.
Pada tahun 1910, J.H. Abendanon bersama C.Th. van Deventer akhirnya mendirikan Yayasan Kartin di Belanda dan mendirikan Sekolah Kartini yang selama ini vakum sepeninggal R.A. Kartini. Sekolah ini mengalami perkembangan dan sekaligus juga mengalami penutupan seiring dengan kondisi Indonesia waktu itu. Namun perjuangan Raden Adjeng Kartini dalam menginspirasi pendidikan di Indonesia tidak akan pernah padam dan akan selalu dikenang selamanya.
Referensi Tulisan
- Nihwan, Lilis (2018). W. R. Supratman: Guru Bangsa Indonesia. Jakarta Timur: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa.
- Marihandono, Djoko dkk (2016). Sisi Lain Kartini. Jakarta: Museum Kebangkitan Nasional Kemeterian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia.